Sabtu, 01 Februari 2014

IDENTITAS NASIONAL (PKn)



MAKALAH
IDENTITAS NASIONAL

Universitas Riau Kepulauan

DISUSUN OLEH :
Badri Rohman                                 12.05.0.001

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
        


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan YME  bahwasanya makalah ini dapat diselesaikan sesuai waktu yang ditentukan.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Di dalamnya dijelaskan mengenai Identitas nasionalisme, pengertiannya, parameter, unsur-unsur pembentuknya  beserta muatan-muatan yang ada dalam identitas nasionalisme.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat berguna terutama untuk dijadikan referensi ilmu tentang identitas nasionalisme.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran kami harapkan demi penyusunan yang lebih sempurna
IDENTITAS NASIONALISME
Latar belakang
Kata nasionalisme adalah sebuah kata yang sangat familiar di telinga kita dan sering kita dengar berbagai macam isu tentang kata tersebut.  Berbagai macam gerakan juga aktifitas yang dilakukan berbagai kelompok orang atau organisasi seringkali mengatas namakan ide nasionalisme. Gerakan nasionalisme tersebut pada hakikatnya adalah sebuah usaha untuk membangun identitas nasional,  yang pada perkembangannya akan mengalami kemajuan maupun kemunduran. Kemajuan di sini dapat diartikan sebagai kedaulatan sebuah bangsa yang eksis dan kemunduran berarti perpecahan dalam skala nasional.
Kemajuan atau kemunduran identitas nasional sebuah bangsa juga ditentukan oleh pemahamannya terhadap makna nasionalisme dan identitas nasional tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, makalah ini bertujuan untuk memberikan sedikit gambaran tentang identitas nasional .
A.    Pengertian Identitas
Identitas, meskipun seringkali dipahami sebagai keadaan alamiah, natural, dan karunia Tuhan, tetapi tidak demikian. Pendekatan-pendekatan post-modernisme sekarang melihat masalah identitas sebagai sebuah konstruksi sosial. Sebagai sebuah konstruksi sosial, identitas bisa dikonstruksi, dihancurkan, dan dikonstruksi kembali. Seperti yang digarisbawahi oleh David Campbell (1998; 9), Identitas tidak bersifat baku, permanen dan tetap; melainkan relatif, dan mengalir. Proses pencarian identitas tidak pernah mencapai akhir, tetapi bersifat kontinuitas. Dalam hal ini, Campbell menguraikan bahwa setiap orang, entah itu secara individual atau kolektif, tidak bisa lepas dari proses tersebut.
B.     Parameter Identitas Nasional
·         Kondisi Sosial
       Dalam kaitannnya dengan Negara modern, Negara memainkan peran penting untuk merekonstruksi identitas nasional. Negara-negara modern merekonstruksi identitas sebagai bangsa melalui social budaya seperti ; pendidikan, media massa, institusi-institusi keagamaan, dan mekanisme lainnya. Negara, dalam merekonstruksi identitas, selalu mencari faktor eksternal (eksternal tidak selalu berarti bahwa di luar batas geografis, tetapi eksternal juga bisa berarti di dalam wilayah kedaulatan Negara) dan melabelnya sebagai musuh.
·         Musuh-musuh Negara ( keamanan Negara )
Lebih lanjut, konstruksi identitias merupakan sebuah refleksi diri “kita” dalam kaitannya dengan perbedaan “kita” dengan orang lain “mereka.” Dalam bahasa yang lebih populer sekarang, sering dikatakan bahwa “kita akan mengenal arti dari “kita” ketika kita sadar arti dari “mereka.” Dalam hal ini, kehadiran “mereka” memberi arti kepada eksistensi “kita.” Dalam rangka konstruksi identitas, Negara sering merekonstruksi “mereka” demi memberi arti bagi “kita.” Pendefinisian arti “mereka” sering dilakukan melalui identifikasi terhadap musuh-musuh Negara, yang kemudian, Negara menggunakannya untuk menjustifikasi keberadaannya. Negara, lebih lanjut mendefinisikan musuh sebagai sumber ketidakamanan
·         ( state of insecurity) dan bahaya (danger), dan Negara sebagai sumber keamanan dan keselamatan yang memberikan perlindungan terhadap warganya. Dalam konteks ini, Negara modern, meskipun muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap Kristianity, dan agama, Negara melanjutkan tradisi Kristianity, yang melihat “Bahaya” (danger) untuk memperkuat otoritasnya, atu mendisiplinkan para pengikutnya dan mengidentifikasi musuhnya (Campbell; 1998; 48).
·         Ada tidaknya Penjajahan
Sejauh nasionalisme adalah sebuah proses pencarian identitas, maka nasionalisme di Negara-negara dunia ketiga adalah sebuah proses pendefinisian diri dalam relasinya dengan kaum penjajah. Dalam proses perjuangannya, ada sebuah counternarrative terhadap makna dari penjajahan. Dalam wacana politik Negara-negara Selatan, sejarah panjang eksploitasi dan penindasan oleh bangsa-bangsa Utara selalu melahirkan sebuah kesadaran baru bagi identitas baru kaum terjajah.
C.    Unsur-Unsur pembentuk Identitas Nasional
  • Suku Bangsa
Suku bangsa adalah golongan social yang khusus bersifat ada sejak lahir, yang sama coraknya dengan umur dan jenis kelamin. Cirri-ciri khusus tersebut muncul dalm interaksi berdasar pengakuan oleh warga suku bangsa yang bersangkutan dan diakui oleh suku bangsa lainnya. Di Indonesia sendiri terdapat banyak sekali suku bangsa dengan tidak kurang 300 dialeg bahasa.
  • Agama
Bangsa kita dikenal sangat agamis, dengan  dengan 6 agama yang diakui yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghuchu. Agama sendiri adalah system yang mengatur tata keimanan dan peribadatan terhadap Tuhan yang Maha Esa, Hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungannya.
  • Kebudayaan
Kebudayaan adalah pengetahuan yang meliputi patokan nilai-nilai etika, moral, baik yang ideal ataupun yang seharusnya, operasioanal maupun actual dalam kehidupan sehari-hari.
  • Bahasa
Bahasa merupakan unsure pendukung identitas nasional yang lain, dan dipandang sebagai system lambing yang dibentuk atas unsure-unsur bunyi maupun ucapan manusia dan digunakan sebagai sarana interaksi antar manusia. Baik secara lisan, tulisan maupun gerakan.
D. Muatan-Muatan Identitas Nasional
1. Pandangan Hidup
Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapai sangat memerlukan pandangan hidup. Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapi dan menetukan arah serta bagaimana cara bangsa itu memecahkan persoalan-persoalan tadi.

Tanpa memiliki pandangan hidup maka sesuatu bangsa akan merasa terus terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang timbul, baik persoalan-persoalan di masyarakat sendiri maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki pedoman dan pegangan bagaimana ia memecahkan masalah-masalah politik, ekonomi, sosial budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula sesuatu bangsa akan membangun dirinya.

Dalam pandangan hidup ini terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh sesuatu bangsa, terkandung pikiran yang dianggap baik. Pada akhirnya pandangn hidup suatu bangsa adalah suatu kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenaranya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkanya. Karena itulah dalam melaksanakan pembangunan misalnya, kita tidak dapat begitu saja mencontoh atau meniru model yang dilakukan oleh bangsa lain tanpa menyesuaikan dengan pandangn hidup, dan kebutuhan-kebutuhan yang baik dan memuaskan bagi suatu bangsa, belum tentu baik dan memuaskan bagi bangsa lain. Oleh karena itu pandangan hidup suatu bangsa merupakan masalah yang sangat asasi bagi kekohan dan kelestarian suatu bangsa.

Karena pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai Dasar Negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam tiga buah UUD yang pernah kita miliki  yaitu dalam pembukaan UUD 1945, Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat dan UUD sementara Republik Indonesia tahun 1950 pancasila itu tetap tercantum di dalamnya.

2. Kepribadian
Berdasarkan hakikat pengertian “identitas nasional” sebagaimana dijelaskan sebelumnya, maka identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jatidiri suatu bangsa atau lebih populer disebut sebagai kepribadian suatu bangsa.
            Pengertian kepribadian sebagai suatu identitas sebenarnya pertama kali muncul dari pakar psikologi. Manusia sebagai individu sulit dipahami manakala ia terlepas dari manusia lainnya. Oleh karena itu, manusia dalam melakukan interaksi dengan individu lainnya senantiasa memiliki suatu sifat kebiasaan, tingkah laku, serta karakter yang khas yang membedakan manusia tersebut dengan manusia lainnya. Namun demikian, pada umumnya pengertian atau istilah kepribadian sebagai suatu identitas adalah keseluruhan atau totalitas dari faktor- faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari tingkah laku individu. Tingkah laku tersebut terdiri atas kebiasaan, sikap, sifat- sifat, serta karakter yang dimiliki oleh seseorang, sehingga seseorang tersebut berbeda dengan orang yang lainnya. Oleh karena itu, kepribadian seseorang tercermin pada keseluruhan tingkah laku dalam hubungannya dengan orang lain (Ismaun, 1981: 6).
3. Filsafat Pancasila
Filsafat pancasila adalah pengetahuan, keyakinan atau pandangan hidup  yang dijiwai, didasari, dan mencerminkan identitas pancasila. Filsafat sendiri adalah induk ilmu karena sebelum adanya ilmu pengetahuan, filsafat merupakan lapangan utama pemikiran dan penyelidikan manusia. Oleh sebab itu, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, filsafat merupakan acuan dalam melaksanakan pembangunan dan pendidikan. Pancasila sebagai ideology Negara merupakan system rujukan dan tatanan kehidupan bangsa.
4. Ideologi
Ideologi Negara adalah consensus warga Negara tentang nilai-nilai dasar Negara yang ingin diwujudkan melalui kehidupan Negara itu. ( Heuken, 1998 ) Ideologi Negara ini akan mampu bertahan jika memiliki 3 dimensi yaitu realita/kenyataan, idealism dan fleksibilitas. Realita mencerminkan realita kehidupan masyarakat. Idealisme merupakan idealism yang ada dalam ideology, dan fleksibilitas merupakan kemampuan ideology untuk mempengaruhi dan menyesuaikan diri terhadap perubahan dan perkembangan masyarakat.
5. Dasar Negara
Dasar Negara merupakan fundamen yang kokoh bersumber dari pandangan hidup atau falsafah dari peradaban, kebudayaan, keluhuran budi dan kepribadian yang tumbuh dalam sejarah perkembangan yang diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.
Dasar Negara Indonesia yaitu pancasila secara resmi ditetapkan pada tanggal  18 Agustus 1945, bersamaan dengan ditetapkannya UUD 1945 sebagai konstitusi Negara oleh PPKI. Secara rinci rumusan pancasila tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
6. Norma-norma
Norma adalah aturan atau kaidah tentang hak dan kewajiban individu sebagai anggota masyarakat  dalam berhubungan dengan orang lain. Kaidah tersebut dapat berupa perintah ataupun larangan. Norma-norma yang dikenal luas di masyarakat ada 4 yaitu  :
  • Norma agama : peraturan hidup berupa perintah dan larangan Tuhan yang harus diterima manusia. Hukuman bagi pelanggarnya adalah mendapat siksa dari Tuhan kelak di akhirat.
  • Norma kesusilaan : Peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Pelanggaran norma ini merupakan pelanggaran perasaan yang mengakibatkan penyesalan.
  • Norma kesopanan : timbul dan diadakan oleh masyarakat untuk mengatur pergaulan agar tercipta suasana saling hormat menghormati.Norma ini sering disebut juga sopan santun, tata karma dan adat istiadat. Norma ini berlaku secara regional saja dan tidak bagi seluruh masyarakar dunia.
  • Norma hukum : peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh lembaga kekuasaan Negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat Negara. Sumber norma hukum dapat berasal dari peraturan perundangan, yurisprudensi, kebiaasaan, doktrin dan agama.
7. Rule of  law
         Rule of law adalah  aturan hukum juga disebut supremasi hukum, berarti bahwa hukum diatas semua orang dan itu berlaku bagi semua orang. Apakah gubernur atau diatur, apakah penguasa atau dikuasai, tidak ada yang diatas hukum, tidak ada yang dibebaskan dari hukum, dan tidak ada yang dapat memberikan dispensasi untuk penerapan hukum.
         Negara hukum merupakan terjemahan dari konsep rechtsstaat atau Rule Of Lawyang bersumber dari pengalaman demokrasi konstitusional di eropa abad ke – 19 dan ke – 20. Oleh karena itu , Negara demokrasi pada dasarnya adalah Negara hukum . cirri Negara hukum antara lain : adanya supremasi hukum , jaminan hak asasi manusia dan legalitas hokum. Di Negara hukum , peraturan perundang –undangan yang berpuncak pada undang – undang dasar ( konstitusi ) merupakan satu kesatuan system hukum sebagai landasan bagi setiap penyelenggaraan kekuasaan.
         Rule Of Law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “ rasa keadilan “ bagi rakyat Indonesia dan juga “ keadilan social “ . inti dari Rule Of Law adalah adanya keadilan bagi masyarakat , teruatama keadilan social.
8. Hak dan kewajiban warga Negara
Hak  dan kewajiban warga Negara adalah hak dan kewajiban warga Negara terhadap Negara dan pemerintahan yang syah. Kewajiban warga Negara diantaranya adalah membela negara dan pemerintahan, mentaati hukum dan pemerintahan,
Sedangkan hak warga negara diantaranya adalah mendapatkan penghidupan yang layak, mendapatkan jaminan hukum, mendapatkan pekerjaan, mendapatkan pendidikan yang layak,bebas menjalankan ibadah.
9. Demokrasi/ Hak asasi manusia
Konsepsi HAM dan demokrasi dalam perkembangannya sangat terkait dengan konsepsi negara hukum. Dalam sebuah negara hukum, sesungguhnya yang memerintah adalah hukum, bukan manusia. Hukum dimaknai sebagai kesatuan hirarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi. Hal ini berarti bahwa dalam sebuah negara hukum menghendaki adanya supremasi konstitusi. Supremasi konstitusi disamping merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum, sekaligus merupakan pelaksanaan demokrasi karena konstitusi adalah wujud perjanjian sosial tertinggi.
Selain itu, prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat dapat menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan benar-benar mencerminkan perasaan keadilan masyarakat. Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan atau hanya untuk kepentingan penguasa. Hal ini bertentangan dengan prinsip demokrasi. Hukum tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentingan beberapa orang yang berkuasa, melainkan menjamin kepentingan keadilan bagi semua orang.
Dengan demikian negara hukum yang dikembangkan bukan absolute rechtsstaat, melainkan democratische rechtsstaat.
10. Etika politik
Keterkaitan etika dan politik sangat erat karena politik tanpa etika tentunya akan melahirkan dampak negative yang tersistematis. Perlu kita cermati fakta yang terjadi dilapangan bahwa beberapa kasus politik disebabkan oleh hilangnya ruh etika pada diri seorang politisi. Keterpurukan etika inilah menyebabkan maraknya kercurangan seperti politik uang, kampanye negative, pembohongan masyarakat, janji kepalsuan dan perang kata-kata.
Keterpurukan tersebut terkadang dimaknai sebagai bagian dari strategi politik untuk mencapai target. Sehingga segala cara dilakukan tanpa mengindahkan nilai hakiki yang telah dianut masyarakat Indonesia sejak pra kemerdekaan. Perlu dipahami bahwa hal ini sangat menciderai hati nurani dan prinsip demokrasi masyarakat Indonesia yang khas dengan kearifan lokal sebagai bangsa yang bermartabat.
Merosotnya etika para aktor politik membuat masyarakat Indonesia gelisah dalam menggapai kemakmuran dan kesejahteraan sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh para pendiri republik. Pelaku politik cenderung hanya berbicara kepentingan praktis. Padahal dalam setiap ruang dan waktu terdapat batasan perilaku manusia yang dirumuskan dalam sebuah tata nilai berkehidupan.
Penanaman etikalah yang perlu diindahkan oleh semua pelaku politik tanpa terkecuali. Biar bagaimanapun juga, praktek politik tidak akan pernah mencapai posisi ideal jika melupakan prinsip-prinsip etika. Etikalah yang akan mengarahkan kearah yang lebih baik karena etika akan berperan sebagai pengendali setiap gerak langkah.
Sebenarnya etika dalam politik tidak susah untuk diaplikasikan. Penulispun meyakini bahwa sebenarnya para pelaku politik sadar bahwa praktek kecurangan yang dilakukan itu tidak dibenarkan. Hanya saja karena hal ideal ini diperhadapkan dengan kesenangan pragmatis yang justru menghancurkan rumusan nilai yang sudah dibangun puluhan tahun yang lalu.
11. Geo politik Indonesia
Geo politik berasal merupakan ilmu penyelenggaraan Negara yang setiap kebijakannya berkaitan dengan masalah geografi wilayah atau tempat tinggal suatu bangsa. Geo politik biasa juga disebut dengan wawasan nusantara. Geo politik diartikan sebagai system politik atau peraturan-peraturan dalam wujud kebijaksanaan dan strategi nasional yang didorong oleh aspirasi nasional geografi, wilayah atau teritori suatu negara, yang apabila dilaksanakan akan berdampak langsung kepada system politik suatu negara.
12. Geo strategi
Geostrategi adalah suatu strategi memanfaatkan kondisi geografi Negara dalam menentukan kebijakan, tujuan, sarana untuk mencapai tujuan nasional ( pemanfaatan kondisi lingkungan dalam mewujudkan tujuan politik. Dan diartikan juga sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan Undang-undang dasar 1945.
13. Panca gatra
  • Pancagatra meliputi :
  • Ideologi
  • Politik
  • Ekonomi
  • Sosial budaya
  • Militer, dan hak asasi manusia serta pertahanan dan keamanan
14. Tri gatra
Trigatra meliputi :
  • Posisi dan lokasi geografi Negara
  • Keadaan dan kekayaan alam
  • Keadaan dan kemampuan penduduk
15. Astagatra
Astagatra merupakan suatu kesatuan yang bulat dan utuh dari trigatra dan pancagatra.

DAFTAR PUSTAKA
Noor Syam, Moh, 1986. Filsafat pendidikan dan dasar Filsafat Kependidikan Pancasila. Surabaya : Usaha Nasional
Darma Putra, Eka, PH.D, 1988. Pancasila, Identitas dan Modernitas, Tinjauan Etis dan Budaya. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia
Poedjawisatria, 1997. Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta : Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar