MAKALAH
IDENTITAS NASIONAL
DISUSUN OLEH :
Badri Rohman 12.05.0.001
Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Tuhan YME bahwasanya makalah ini dapat
diselesaikan sesuai waktu yang ditentukan.
Makalah ini disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Di dalamnya
dijelaskan mengenai Identitas nasionalisme, pengertiannya, parameter, unsur-unsur
pembentuknya beserta muatan-muatan yang
ada dalam identitas nasionalisme.
Penulis berharap semoga
makalah ini dapat berguna terutama untuk dijadikan referensi ilmu tentang
identitas nasionalisme.
Makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran kami harapkan demi
penyusunan yang lebih sempurna
IDENTITAS NASIONALISME
Latar
belakang
Kata
nasionalisme adalah sebuah kata yang sangat familiar di telinga kita dan sering
kita dengar berbagai macam isu tentang kata tersebut. Berbagai macam gerakan juga aktifitas yang
dilakukan berbagai kelompok orang atau organisasi seringkali mengatas namakan
ide nasionalisme. Gerakan nasionalisme tersebut pada hakikatnya adalah sebuah
usaha untuk membangun identitas nasional, yang pada perkembangannya akan mengalami
kemajuan maupun kemunduran. Kemajuan di sini dapat diartikan sebagai kedaulatan
sebuah bangsa yang eksis dan kemunduran berarti perpecahan dalam skala
nasional.
Kemajuan
atau kemunduran identitas nasional sebuah bangsa juga ditentukan oleh
pemahamannya terhadap makna nasionalisme dan identitas nasional tersebut.
Berkaitan dengan hal tersebut, makalah ini bertujuan untuk memberikan sedikit
gambaran tentang identitas nasional .
A. Pengertian Identitas
Identitas, meskipun seringkali dipahami sebagai keadaan alamiah,
natural, dan karunia Tuhan, tetapi tidak demikian. Pendekatan-pendekatan
post-modernisme sekarang melihat masalah identitas sebagai sebuah konstruksi
sosial. Sebagai sebuah konstruksi sosial, identitas bisa dikonstruksi,
dihancurkan, dan dikonstruksi kembali. Seperti yang digarisbawahi oleh David
Campbell (1998; 9), Identitas tidak bersifat baku, permanen dan tetap;
melainkan relatif, dan mengalir. Proses pencarian identitas tidak pernah
mencapai akhir, tetapi bersifat kontinuitas. Dalam hal ini, Campbell
menguraikan bahwa setiap orang, entah itu secara individual atau kolektif,
tidak bisa lepas dari proses tersebut.
B.
Parameter Identitas Nasional
·
Kondisi Sosial
Dalam kaitannnya dengan Negara modern, Negara memainkan peran penting untuk merekonstruksi identitas nasional. Negara-negara modern merekonstruksi identitas sebagai bangsa melalui social budaya seperti ; pendidikan, media massa, institusi-institusi keagamaan, dan mekanisme lainnya. Negara, dalam merekonstruksi identitas, selalu mencari faktor eksternal (eksternal tidak selalu berarti bahwa di luar batas geografis, tetapi eksternal juga bisa berarti di dalam wilayah kedaulatan Negara) dan melabelnya sebagai musuh.
Dalam kaitannnya dengan Negara modern, Negara memainkan peran penting untuk merekonstruksi identitas nasional. Negara-negara modern merekonstruksi identitas sebagai bangsa melalui social budaya seperti ; pendidikan, media massa, institusi-institusi keagamaan, dan mekanisme lainnya. Negara, dalam merekonstruksi identitas, selalu mencari faktor eksternal (eksternal tidak selalu berarti bahwa di luar batas geografis, tetapi eksternal juga bisa berarti di dalam wilayah kedaulatan Negara) dan melabelnya sebagai musuh.
·
Musuh-musuh Negara ( keamanan Negara )
Lebih lanjut, konstruksi identitias merupakan sebuah refleksi diri “kita” dalam kaitannya dengan perbedaan “kita” dengan orang lain “mereka.” Dalam bahasa yang lebih populer sekarang, sering dikatakan bahwa “kita akan mengenal arti dari “kita” ketika kita sadar arti dari “mereka.” Dalam hal ini, kehadiran “mereka” memberi arti kepada eksistensi “kita.” Dalam rangka konstruksi identitas, Negara sering merekonstruksi “mereka” demi memberi arti bagi “kita.” Pendefinisian arti “mereka” sering dilakukan melalui identifikasi terhadap musuh-musuh Negara, yang kemudian, Negara menggunakannya untuk menjustifikasi keberadaannya. Negara, lebih lanjut mendefinisikan musuh sebagai sumber ketidakamanan
Lebih lanjut, konstruksi identitias merupakan sebuah refleksi diri “kita” dalam kaitannya dengan perbedaan “kita” dengan orang lain “mereka.” Dalam bahasa yang lebih populer sekarang, sering dikatakan bahwa “kita akan mengenal arti dari “kita” ketika kita sadar arti dari “mereka.” Dalam hal ini, kehadiran “mereka” memberi arti kepada eksistensi “kita.” Dalam rangka konstruksi identitas, Negara sering merekonstruksi “mereka” demi memberi arti bagi “kita.” Pendefinisian arti “mereka” sering dilakukan melalui identifikasi terhadap musuh-musuh Negara, yang kemudian, Negara menggunakannya untuk menjustifikasi keberadaannya. Negara, lebih lanjut mendefinisikan musuh sebagai sumber ketidakamanan
·
( state of insecurity) dan
bahaya (danger), dan Negara sebagai sumber keamanan dan keselamatan yang
memberikan perlindungan terhadap warganya. Dalam konteks ini, Negara modern,
meskipun muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap Kristianity, dan agama,
Negara melanjutkan tradisi Kristianity, yang melihat “Bahaya” (danger) untuk
memperkuat otoritasnya, atu mendisiplinkan para pengikutnya dan
mengidentifikasi musuhnya (Campbell; 1998; 48).
·
Ada tidaknya Penjajahan
Sejauh nasionalisme adalah sebuah proses pencarian identitas, maka nasionalisme di Negara-negara dunia ketiga adalah sebuah proses pendefinisian diri dalam relasinya dengan kaum penjajah. Dalam proses perjuangannya, ada sebuah counternarrative terhadap makna dari penjajahan. Dalam wacana politik Negara-negara Selatan, sejarah panjang eksploitasi dan penindasan oleh bangsa-bangsa Utara selalu melahirkan sebuah kesadaran baru bagi identitas baru kaum terjajah.
Sejauh nasionalisme adalah sebuah proses pencarian identitas, maka nasionalisme di Negara-negara dunia ketiga adalah sebuah proses pendefinisian diri dalam relasinya dengan kaum penjajah. Dalam proses perjuangannya, ada sebuah counternarrative terhadap makna dari penjajahan. Dalam wacana politik Negara-negara Selatan, sejarah panjang eksploitasi dan penindasan oleh bangsa-bangsa Utara selalu melahirkan sebuah kesadaran baru bagi identitas baru kaum terjajah.
C. Unsur-Unsur pembentuk Identitas
Nasional
- Suku Bangsa
Suku
bangsa adalah golongan social yang khusus bersifat ada sejak lahir, yang sama
coraknya dengan umur dan jenis kelamin. Cirri-ciri khusus tersebut muncul dalm
interaksi berdasar pengakuan oleh warga suku bangsa yang bersangkutan dan
diakui oleh suku bangsa lainnya. Di Indonesia sendiri terdapat banyak sekali
suku bangsa dengan tidak kurang 300 dialeg bahasa.
- Agama
Bangsa
kita dikenal sangat agamis, dengan
dengan 6 agama yang diakui yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha
dan Konghuchu. Agama sendiri adalah system yang mengatur tata keimanan dan
peribadatan terhadap Tuhan yang Maha Esa, Hubungan manusia dengan manusia dan
manusia dengan lingkungannya.
- Kebudayaan
Kebudayaan
adalah pengetahuan yang meliputi patokan nilai-nilai etika, moral, baik yang
ideal ataupun yang seharusnya, operasioanal maupun actual dalam kehidupan
sehari-hari.
- Bahasa
Bahasa
merupakan unsure pendukung identitas nasional yang lain, dan dipandang sebagai
system lambing yang dibentuk atas unsure-unsur bunyi maupun ucapan manusia dan
digunakan sebagai sarana interaksi antar manusia. Baik secara lisan, tulisan
maupun gerakan.
D.
Muatan-Muatan Identitas Nasional
1.
Pandangan Hidup
Setiap
bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan
yang ingin dicapai sangat memerlukan pandangan hidup. Dengan pandangan hidup
inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapi dan
menetukan arah serta bagaimana cara bangsa itu memecahkan persoalan-persoalan
tadi.
Tanpa memiliki pandangan hidup maka sesuatu bangsa akan merasa terus terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang timbul, baik persoalan-persoalan di masyarakat sendiri maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki pedoman dan pegangan bagaimana ia memecahkan masalah-masalah politik, ekonomi, sosial budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula sesuatu bangsa akan membangun dirinya.
Dalam pandangan hidup ini terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh sesuatu bangsa, terkandung pikiran yang dianggap baik. Pada akhirnya pandangn hidup suatu bangsa adalah suatu kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenaranya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkanya. Karena itulah dalam melaksanakan pembangunan misalnya, kita tidak dapat begitu saja mencontoh atau meniru model yang dilakukan oleh bangsa lain tanpa menyesuaikan dengan pandangn hidup, dan kebutuhan-kebutuhan yang baik dan memuaskan bagi suatu bangsa, belum tentu baik dan memuaskan bagi bangsa lain. Oleh karena itu pandangan hidup suatu bangsa merupakan masalah yang sangat asasi bagi kekohan dan kelestarian suatu bangsa.
Karena pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai Dasar Negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam tiga buah UUD yang pernah kita miliki yaitu dalam pembukaan UUD 1945, Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat dan UUD sementara Republik Indonesia tahun 1950 pancasila itu tetap tercantum di dalamnya.
2.
Kepribadian
Berdasarkan hakikat pengertian “identitas nasional”
sebagaimana dijelaskan sebelumnya, maka identitas nasional suatu bangsa tidak
dapat dipisahkan dengan jatidiri suatu bangsa atau lebih populer disebut
sebagai kepribadian suatu bangsa.
Pengertian kepribadian sebagai suatu identitas sebenarnya pertama kali muncul
dari pakar psikologi. Manusia sebagai individu sulit dipahami manakala ia
terlepas dari manusia lainnya. Oleh karena itu, manusia dalam melakukan
interaksi dengan individu lainnya senantiasa memiliki suatu sifat kebiasaan,
tingkah laku, serta karakter yang khas yang membedakan manusia tersebut dengan
manusia lainnya. Namun demikian, pada umumnya pengertian atau istilah
kepribadian sebagai suatu identitas adalah keseluruhan atau totalitas dari
faktor- faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari tingkah laku
individu. Tingkah laku tersebut terdiri atas kebiasaan, sikap, sifat- sifat,
serta karakter yang dimiliki oleh seseorang, sehingga seseorang tersebut
berbeda dengan orang yang lainnya. Oleh karena itu, kepribadian seseorang
tercermin pada keseluruhan tingkah laku dalam hubungannya dengan orang lain
(Ismaun, 1981: 6).
3.
Filsafat Pancasila
Filsafat
pancasila adalah pengetahuan, keyakinan atau pandangan hidup yang dijiwai, didasari, dan mencerminkan
identitas pancasila. Filsafat sendiri adalah induk ilmu karena sebelum adanya
ilmu pengetahuan, filsafat merupakan lapangan utama pemikiran dan penyelidikan
manusia. Oleh sebab itu, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, filsafat
merupakan acuan dalam melaksanakan pembangunan dan pendidikan. Pancasila
sebagai ideology Negara merupakan system rujukan dan tatanan kehidupan bangsa.
4.
Ideologi
Ideologi
Negara adalah consensus warga Negara tentang nilai-nilai dasar Negara yang
ingin diwujudkan melalui kehidupan Negara itu. ( Heuken, 1998 ) Ideologi Negara
ini akan mampu bertahan jika memiliki 3 dimensi yaitu realita/kenyataan, idealism
dan fleksibilitas. Realita mencerminkan realita kehidupan masyarakat. Idealisme
merupakan idealism yang ada dalam ideology, dan fleksibilitas merupakan
kemampuan ideology untuk mempengaruhi dan menyesuaikan diri terhadap perubahan
dan perkembangan masyarakat.
5.
Dasar Negara
Dasar Negara merupakan
fundamen yang kokoh bersumber dari pandangan hidup atau falsafah dari
peradaban, kebudayaan, keluhuran budi dan kepribadian yang tumbuh dalam sejarah
perkembangan yang diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.
Dasar Negara Indonesia
yaitu pancasila secara resmi ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, bersamaan dengan
ditetapkannya UUD 1945 sebagai konstitusi Negara oleh PPKI. Secara rinci
rumusan pancasila tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
6.
Norma-norma
Norma
adalah aturan atau kaidah tentang hak dan kewajiban individu sebagai anggota
masyarakat dalam berhubungan dengan
orang lain. Kaidah tersebut dapat berupa perintah ataupun larangan. Norma-norma
yang dikenal luas di masyarakat ada 4 yaitu
:
- Norma agama : peraturan hidup berupa perintah dan larangan Tuhan yang harus diterima manusia. Hukuman bagi pelanggarnya adalah mendapat siksa dari Tuhan kelak di akhirat.
- Norma kesusilaan : Peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Pelanggaran norma ini merupakan pelanggaran perasaan yang mengakibatkan penyesalan.
- Norma kesopanan : timbul dan diadakan oleh masyarakat untuk mengatur pergaulan agar tercipta suasana saling hormat menghormati.Norma ini sering disebut juga sopan santun, tata karma dan adat istiadat. Norma ini berlaku secara regional saja dan tidak bagi seluruh masyarakar dunia.
- Norma hukum : peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh lembaga kekuasaan Negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat Negara. Sumber norma hukum dapat berasal dari peraturan perundangan, yurisprudensi, kebiaasaan, doktrin dan agama.
7.
Rule of law
Rule of law adalah aturan hukum juga disebut supremasi hukum,
berarti bahwa hukum diatas semua orang dan itu berlaku bagi semua orang. Apakah
gubernur atau diatur, apakah penguasa atau dikuasai, tidak ada yang diatas
hukum, tidak ada yang dibebaskan dari hukum, dan tidak ada yang dapat
memberikan dispensasi untuk penerapan hukum.
Negara hukum merupakan terjemahan dari konsep rechtsstaat atau Rule Of Lawyang bersumber dari pengalaman demokrasi konstitusional di eropa abad ke – 19 dan ke – 20. Oleh karena itu , Negara demokrasi pada dasarnya adalah Negara hukum . cirri Negara hukum antara lain : adanya supremasi hukum , jaminan hak asasi manusia dan legalitas hokum. Di Negara hukum , peraturan perundang –undangan yang berpuncak pada undang – undang dasar ( konstitusi ) merupakan satu kesatuan system hukum sebagai landasan bagi setiap penyelenggaraan kekuasaan.
Rule Of Law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “ rasa keadilan “ bagi rakyat Indonesia dan juga “ keadilan social “ . inti dari Rule Of Law adalah adanya keadilan bagi masyarakat , teruatama keadilan social.
Negara hukum merupakan terjemahan dari konsep rechtsstaat atau Rule Of Lawyang bersumber dari pengalaman demokrasi konstitusional di eropa abad ke – 19 dan ke – 20. Oleh karena itu , Negara demokrasi pada dasarnya adalah Negara hukum . cirri Negara hukum antara lain : adanya supremasi hukum , jaminan hak asasi manusia dan legalitas hokum. Di Negara hukum , peraturan perundang –undangan yang berpuncak pada undang – undang dasar ( konstitusi ) merupakan satu kesatuan system hukum sebagai landasan bagi setiap penyelenggaraan kekuasaan.
Rule Of Law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “ rasa keadilan “ bagi rakyat Indonesia dan juga “ keadilan social “ . inti dari Rule Of Law adalah adanya keadilan bagi masyarakat , teruatama keadilan social.
8.
Hak dan kewajiban warga Negara
Hak dan kewajiban warga Negara adalah hak dan
kewajiban warga Negara terhadap Negara dan pemerintahan yang syah. Kewajiban
warga Negara diantaranya adalah membela negara dan pemerintahan, mentaati hukum
dan pemerintahan,
Sedangkan hak warga
negara diantaranya adalah mendapatkan penghidupan yang layak, mendapatkan
jaminan hukum, mendapatkan pekerjaan, mendapatkan pendidikan yang layak,bebas
menjalankan ibadah.
9.
Demokrasi/ Hak asasi manusia
Konsepsi HAM dan demokrasi dalam perkembangannya sangat
terkait dengan konsepsi negara hukum. Dalam sebuah negara hukum, sesungguhnya
yang memerintah adalah hukum, bukan manusia. Hukum dimaknai sebagai kesatuan
hirarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi. Hal ini berarti
bahwa dalam sebuah negara hukum menghendaki adanya supremasi konstitusi.
Supremasi konstitusi disamping merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum,
sekaligus merupakan pelaksanaan demokrasi karena konstitusi adalah wujud
perjanjian sosial tertinggi.
Selain itu, prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat
dapat menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan,
sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan
benar-benar mencerminkan perasaan keadilan masyarakat. Hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara
sepihak oleh dan atau hanya untuk kepentingan penguasa. Hal ini bertentangan
dengan prinsip demokrasi. Hukum tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin
kepentingan beberapa orang yang berkuasa, melainkan menjamin kepentingan
keadilan bagi semua orang.
Dengan demikian negara hukum yang dikembangkan bukan absolute
rechtsstaat, melainkan democratische rechtsstaat.
10.
Etika politik
Keterkaitan etika dan politik sangat erat karena politik tanpa etika
tentunya akan melahirkan dampak negative yang tersistematis. Perlu kita cermati
fakta yang terjadi dilapangan bahwa beberapa kasus politik disebabkan oleh
hilangnya ruh etika pada diri seorang politisi. Keterpurukan etika inilah
menyebabkan maraknya kercurangan seperti politik uang, kampanye negative,
pembohongan masyarakat, janji kepalsuan dan perang kata-kata.
Keterpurukan tersebut terkadang dimaknai sebagai bagian dari strategi
politik untuk mencapai target. Sehingga segala cara dilakukan tanpa
mengindahkan nilai hakiki yang telah dianut masyarakat Indonesia sejak pra
kemerdekaan. Perlu dipahami bahwa hal ini sangat menciderai hati nurani dan
prinsip demokrasi masyarakat Indonesia yang khas dengan kearifan lokal sebagai
bangsa yang bermartabat.
Merosotnya etika para aktor politik membuat masyarakat Indonesia gelisah
dalam menggapai kemakmuran dan kesejahteraan sesuai dengan apa yang
dicita-citakan oleh para pendiri republik. Pelaku politik cenderung hanya
berbicara kepentingan praktis. Padahal dalam setiap ruang dan waktu terdapat
batasan perilaku manusia yang dirumuskan dalam sebuah tata nilai berkehidupan.
Penanaman etikalah yang perlu diindahkan oleh semua pelaku politik tanpa
terkecuali. Biar bagaimanapun juga, praktek politik tidak akan pernah mencapai
posisi ideal jika melupakan prinsip-prinsip etika. Etikalah yang akan
mengarahkan kearah yang lebih baik karena etika akan berperan sebagai
pengendali setiap gerak langkah.
Sebenarnya etika dalam politik tidak susah untuk diaplikasikan.
Penulispun meyakini bahwa sebenarnya para pelaku politik sadar bahwa praktek
kecurangan yang dilakukan itu tidak dibenarkan. Hanya saja karena hal ideal ini
diperhadapkan dengan kesenangan pragmatis yang justru menghancurkan rumusan
nilai yang sudah dibangun puluhan tahun yang lalu.
11.
Geo politik Indonesia
Geo politik berasal
merupakan ilmu penyelenggaraan Negara yang setiap kebijakannya berkaitan dengan
masalah geografi wilayah atau tempat tinggal suatu bangsa. Geo politik biasa
juga disebut dengan wawasan nusantara. Geo politik diartikan sebagai system
politik atau peraturan-peraturan dalam wujud kebijaksanaan dan strategi
nasional yang didorong oleh aspirasi nasional geografi, wilayah atau teritori
suatu negara, yang apabila dilaksanakan akan berdampak langsung kepada system
politik suatu negara.
12.
Geo strategi
Geostrategi adalah
suatu strategi memanfaatkan kondisi geografi Negara dalam menentukan kebijakan,
tujuan, sarana untuk mencapai tujuan nasional ( pemanfaatan kondisi lingkungan
dalam mewujudkan tujuan politik. Dan diartikan juga sebagai metode untuk
mewujudkan cita-cita proklamasi sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan
Undang-undang dasar 1945.
13.
Panca gatra
- Pancagatra meliputi :
- Ideologi
- Politik
- Ekonomi
- Sosial budaya
- Militer, dan hak asasi manusia serta pertahanan dan keamanan
14.
Tri gatra
Trigatra meliputi :
- Posisi dan lokasi geografi Negara
- Keadaan dan kekayaan alam
- Keadaan dan kemampuan penduduk
15.
Astagatra
Astagatra merupakan
suatu kesatuan yang bulat dan utuh dari trigatra dan pancagatra.
DAFTAR PUSTAKA
Noor Syam, Moh, 1986.
Filsafat pendidikan dan dasar Filsafat Kependidikan Pancasila. Surabaya : Usaha
Nasional
Darma Putra, Eka, PH.D,
1988. Pancasila, Identitas dan Modernitas, Tinjauan Etis dan Budaya. Jakarta :
PT BPK Gunung Mulia
Poedjawisatria, 1997.
Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta : Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar